Friday, April 13, 2018

Bali Escape April 2018 Day 2 - Nusa Penida & Jimbaran

--------- Baca cerita sebelumnya di Day 1

Hari baru, matahari belum juga nampak, Villa kami sudah mulai dengan kesibukan ibu-ibu berdandan. Berdandan? Iya... hari ini adalah puncak trip kami yang cuma 3 hari. Kami sudah merencanakan berbulan-bulan untuk dress code hari ini, yaitu dress melambai bunga-bunga. Dress cantik untuk foto cantik di lokasi cantik di pulau cantik.

Selain dress melambai bunga-bunga, kita lengkapi diri kita juga dengan head piece bunga-bunga, topi lebar penangkal matahari, dan sunblock penangkal gosong. Beberapa dari kami juga membawa outer atau selendang untuk menutup bagian kulit yang sekiranya masih terbuka. Tak lupa tas yang berisi baju ganti karena ada informasi bahwa turun dan naik kapal ke Nusa Penida, kita harus berjalan di air seperti Yesus, bedanya kita nggak bisa mengapung, sehingga beresiko baju (atau minim celana) basah.

Perjalanan Ubud - Sanur dimana boat penyeberangan terletak memakan waktu nyaris 1 jam, dimana kita melihat langit lembayung mewarnai awan Bali.

Sesampainya di Sanur, kita segera bergerombol di depan Warung MakBeng demi pengen numpang pipis, tapi ditolak mentah-mentah oleh karyawan yg nyapu di depan warung.  Walhasil kita numpang pipis di Coco Mart.

Dari tikungan MakBeng, kita berjalan ke kiri menyusuri pantai dan bersamaan dengan itu, sunrise! Jiwa narsis pun bergelora, dengan sigap dan lincah, bergantian kami berpose dengan sunrise sehingga terlihat silhouette.

Kemudian, kami masih harus menunggu tukang kapalnya datang dan duduk di bangkunya, karena ternyata ada beberapa operator boat yg sama-sama ke Nusa Penida dan ada beberapa schedule per hari. Kapal kita berangkat 7.30, jadilah kita menanti di lapak operator boatnya.

Bersama-sama dengan kedatangan kami, ada beberapa kelompok penduduk lokal yang berangkat utk sembahyang di Pura di Nusa Penida. Wanitanya memakai kebaya brokat putih dan ikat pinggang kuning. Yang laki-laki menggunakan kemeja putih dan berikat kain di pinggang dan di kepala. Mereka membawa sesajen untuk sembahyang.

Akhirnya kapal boat yang ditunggu pun tiba. Dan, kapal yang kami naiki adalah kapal tanpa dermaga. Jadi kita harus berjalan belasan meter di air laut utk mencapai bagian belakang kapal di ujung kiri dan kanan.

Di dalam kapal, bangkunya kiri kanan masing-masing 3 orang kiri dan 3 orang kanan. Dan penuh. Sampai ke belakang dekat mesin kapal. Tapi tidak sampai ada yang berdiri-berdiri. Except 1 anak muda yg naik ke atas, depan nahkoda, duduk di atap.

Selama di kapal boat, tak lupa kita juga berfoto-foto di bagian belakang kapal dekat mesin, walaupun jarak foto nggak memungkinkan untuk foto proper. Ppse kita pun harus duduk di atas pel-pelan basah yang ditaruh di atas jerigen solar.

Sekalinya kita mau maju ke depan untuk foto dengan view lebih aduhai, anginnya menerbangkan rok kita sehingga lebih heboh dari Marilyn Monroe di film The Seven Year Itch.

Karena angin besar itulah, akhirnya yang berhasil mencapai dek atas hanya aku dan team leader. Itupun sambil diusir ke pinggir supaya nggak menutup pandangan Pak Nakhoda kapal yang sedang mengemudi ke Nusa Penida.

Di dek atas hanya ada crew kapal, dan 1 bapak fotografer yang membantu kita berfoto (sambil tetap duduk, tentunya).

Sesampainya di Nusa Penida, kita segera melewati dermaga apung menuju mobil yang sudah menunggu kita.

Tujuan pertama adalah Pantai Atuh, yg disebut Mini Raja Ampat. View di sana adalah gabungan teluk-teluk Pulau Padar, Labuan Bajo  dan Pulau Wayag, Raja Ampat.

Kami baru tahu dari driver bahwa Pantai Atuh ini terletak jauh dari Pantai lain yang biasa menjadi tujuan wisata, yaitu Kelingking Beach dan Angel's Billabong / Broken Beach. Pantai Atuh di bagian Timur Nusa Penida adapun obyek wisata lain ada di bagian Barat, atau dekat dengan pelabuhan.

Pun Pantai Atuh adalah obyek wisata terbaru dan biasanya tidak ditujukan untuk wisatawan yang pulang hari seperti kami, melainkan disarankan untuk wisatawan yang menginap. Sehingga memang pengunjungnya jauh lebih jarang.

Jalan raya di Nusa Penida tidak terlalu lebar, hanya selebar 1 mobil. Untuk berpapasan dengan motor, masih bisa lah. Tetapi kalau 2 mobil berpapasan, harus saling mepet ke tepi jalan agar bisa muat. Driver di sini pun nyetirnya bagaikan Keanu Reeves di film The Speed.

Sesampainya di Pantai Atuh, kita ragu-ragu untuk turun, karena tertulis di tempat pembayaran karcis masuk adalah Tree House Molenteng IG @treehouse_molenteng. Di tebing seberang justru lagi ada pengerukan tebing dengan truk-truk dan alat berat, sehingga dilihatnya jadi miris karena terlihat seperti perusakan alam.

Ternyata memang lokasi Pantai Atuh harus melewati tangga yang anak tangganya tingginya 30-40cm karena tingkat kecuraman tebing. Kebayang perjuangan turun untuk berfoto dan perjuangan naik kembali ke parkiran, dengan dress kita, topi, panas matahari dan kelembaban Bali yang luar binasa.

Sekembalinya dari berfoto, kami segera menyerbu warung satu-satunya di area tersebut, mulai dari kelapa muda, air aqua dingin, sampai numpang pipis. FYI, penggunaan toilet di Nusa Penida harganya rata Rp. 5.000,- per pemakaian.

Setelahnya bergegas kita lanjut ke tujuan berikutnya, Kelingking Beach di Barat Nusa Penida. Dari jauh sudah terlihat deretan mobil mengantar para wisatawan. Warung pun bertebaran.

Setelah memilih salah satu warung yang relatif sepi,  driver kami mengeluarkan dan membagi-bagi nasi kotak makan siang yang di dapat dari Paket Tour Nusa Penida ini. Pemilik warungnya pun santai dengan kondisi itu, kebayang kalo di Jakarta, beli di luar, dibawa ke warung itu, bisa diusir kita.

Anyway, team leader sudah memberi aba-aba, makan cepat, kita lanjut ngantri di spot foto prime, tapi tidak usah turun ke pantai, karena medannya 2x lebih terjal dan lebih jauh dari Pantai Atuh. Karena sisa kegemporan obyek wisata pertama masih terasa nyut-nyutan di kaki.

Obyek foto ini harus antri. Jadi kita ber 18 berbaris seperti bebek untuk difoto bergiliran. Tidak lupa pasang tampang galak buat wisatawan lain yang berniat motong antrian.

Team leader sempat kecewa karena pohon cinta yang dimaksud untuk menakut-nakuti kita, ternyata sudah patah. Hahaha... Mungkin dahan pohon itu sudah lelah menopang gaya wisatawan yang singgah.

Perjalanan pun kita lanjutkan ke Angel's Billabong dan Broken Beach. Di sini ada pohon juga. Langsung kita ngantri lagi berfoto ria. Pokoknya jalan 5 meter, foto 30 menit.

Lanjut jalan kaki ke Broken Beach, melewati Angel's billabong dan mendengarkan cerita ngeri dari Team Leader bahwa banyak turis bule mati karena mandi terlalu melipir dari perbatasan ke laut dalam.

Waktu kami melanjutkan jalan kaki ke Broken Beach, sempat terdengar suara peluit nyaring ditujukan untuk warning perenang yang ada di posisi membahayakan.

Broken Beach dengan batu bolongnya, bagaikan lengkung arsitektur di atas laut, seakan membelah laut. Seperti di Kelingking Beach, foto kita posenya adalah duduk di bibir tebing, dengan kaki menjulur ke arah jurang. Membuat ngeri-ngeri sedap. Terutama buat teman-teman yang takut ketinggian.

Akhirnya saatnya kita kembali ke pelabuhan untuk mengejar boat jam 16.30 [boat terakhir]. Setelah pulang. Kita sudah terlalu lelah untuk berfoto-foto lagi di kapal.

Setibanya di Sanur, kita segera mencari toilet untuk berganti pakaian dengan dress bunga-bunga lainnya untuk makan malam di Menega Cafe di tepi pantai Jimbaran.

Menega Cafe adalah salah satu Cafe favorit di Jimbaran. Jadi team leader sudah booking 2 minggu sebelumnya utk meyakinkan dapat tempat. Juga untuk menunya kami pesan 2 paket 1.450.000 untuk 10 orang.

Sambil menunggu makanan keluar, anak-anak bermain di pantai, dan orang dewasa makan jagung bakar/rebus terlebih dahulu. Pantainya ramai karena weekend [malam minggu].

Seusai makan, teman-teman rupanya menyiapkan surprise kue ulang tahun, jadilah suasana meriah, karena ada band yang ditanggap dari meja sebelah, ada kue tart dan lilin yang siap di tiup, dan segerombolan brondong Jepang yang ikut join bernyanyi2 Happy Birthday.

Tak lupa kita mengakhiri hari dengan shorbet dan gelato sebelum pulang. Akhirnya kita kembali ke Villa dengan tubuh lunglai dan kamera / HP full memory.

--------------- Bersambung ke Bali Escape Day 3

Bali Escape April 2018 Day 1 - Penglipuran, Tegalalang, dan Ubud

Bali.... Bali... Pulau Dewata yang tak habis-habis memancarkan pesonanya sampai ke mancanegara.  Banyak orang yang bahkan lebih tahu Bali daripada Indonesia. As if Bali is not part of Indonesia.

Alam Bali memang terbilang komplit. Laut yang mengelilingi menjadikan garis pantai panjang di Bali. Pantai yang bervariasi dari berpasir putih, berpasir lembut empuk, tebing jurang dengan ombak garang, wisata water sport yang memacu adrenalin, snorkeling dan diving.

Minggu lalu, tepatnya 6-8 April 2018, 14 orang ibu2 dengan 4 anak gadis berpetualang di Bali. Kali ini tujuan kami bukan bermain di pantai (what?)... melainkan.... sawah dan island hopping di Nusa Penida.

Berikut perjalanan kami..

Pagi bertolak jam 02.00 subuh dari Kota Wisata (kumpul 01.30), naik bis ke Soekarno Hatta International Airport terminal 1C. Check in di counter Citilink dan menanti Flight 04.45 (yang sedikit tertunda termasuk adegan sudah naik ke bis trus disuruh turun lagi menunggu di terminal)... PHP tingkat dewa benar-benar deh...

Sampai di Bali, karena kami terbang tanpa bagasi, langsung naik ELF melipir mengambil nasi kotak untuk brunch sebelum mengarah menuju ke Desa Penglipuran di Bali. Desa Penglipuran adalah desa wisata yang kini sedang naik daun (istilahnya kekinian), ditata dengan apik dan rapi sehingga menyenangkan pengunjung yang datang. Mereka dilarang berjualan di jalanan umum, sehingga semua orang mendisplay dagangannya di pekarangan rumah mereka, di dalam gerbang gapura batu. Makanan, lukisan, pakaian, dan kerajinan tangan adalah dagangan umum di desa tersebut.

Saat kami melihat barang dagangan, mau tidak mau kami masuk ke pekarangan rumah penduduk, yang membuat kami merasa bertamu ke keluarga mereka, duduk di teras rumah mereka, leluasa memakai wastafel dan toilet mereka. Sungguh pengalaman dan konsep yang unik.  Kami pun akhirnya menyerbu durian di pekarangan salah satu penduduk, setelah puas berfoto-foto di jalanan utama desa Penglipuran.

Kami pun melanjutkan perjalanan dari Desa Penglipuran, ke Tegalalang untuk melihat sawah terasering.

Sesampainya di lokasi sawah terasering, yaitu Cekingan Rice Terrace, setelah membayar tiket masuk (kalau nggak salah Rp. 15.000/orang), ada spot foto lengkap dengan ayunan dan tulisan "LOVE BALI" yang bisa dipakai untuk berpose dengan membayar Rp. 5.000 / orang. Jangan bayangkan kalau semacam ayunan di Maribaya, Lembang, yang dipasang harness ya. Seperti yang gue ungkapkan... bayar 5000 kok minta selamet. Hahaha... Bahkan gadis penunggu ayunan bercerita (setelah gue tanya apakah ada yang jatuh), bahwa dia juga pernah jatuh. Sering ada yang jatuh. Pantas salah seorang teman kami, menjerit-jerit ngeri campur seru tiap kali ada teman lain yang duduk perlahan di atas ayunan tersebut.

Pengunjung di sawah terasering sebagian besar adalah turis mancanegara. Either bule atau caucasian, atau orang-orang berwajah oriental (yang mukanya udah nyaru banget dengan kita), andai bukan karena bahasanya.  Cuma kami sepertinya orang Indonesia yang main di sawah terasering. Secara.... di Indonesia nyaris di setiap lokasi ada sawah bo!!

Anyway, karena hari itu dresscode kami adalah putih/bitu, kami terlihat kontras sekaligus berpadu dengan padi dan pohon di sekitar. Mulailah foto-foto gila dari pematang-pematang sawah yang berakhir naik turun keterjalan pematang bersama-sama bule-bule ganteng setengah telanjang yang setia mengulurkan tangan ke segerombolan ibu-ibu ini.

Sesudah puas berfoto di pematang, kita naik ke warung di area samping jalan dan minum ala kadarnya (Ngomong-ngomong, Gelato nya lumayan enak dan waffle cone nya mereka bikin sendiri, sehingga masih renyah dan wangi). Makanan pun ada, walaupun rasa tidak dijamin.

Lanjut kita menuju ke Ubud dan makan di Naughty Nuri's Ubud yang terletak di tepi jalan. Untuk pork ribs ala Tony Roma's, harganya sangat miring walaupun porsinya sedang. Side dishnya pun dibanderol terpisah, sehingga kami bisa pesen ribs tok kalau mau diet keto (yang kini populer).

Setelah kenyang makan di jam aneh (kami tiba di Nuri sekitar 15.30), kamipun melanjutkan perjalanan ke pusat kota Ubud untuk melihat Puri Saraswati yang terkenal dengan kolam teratainya. Saat kita sampai di sana, teratainya belom ada satupun yang berbunga (yasalammm), tetapi bridge ditengah 2 kolam teratai, dengan deretan hiasan patung hitam dan payung putih dan theatre di depan pintu Pura Saraswati menjadi pemandangan unik tersendiri.

Kembali kami berfoto-foto heboh di kawasan Puri Saraswati. Oiya, di depan Puri Saraswati ada toko Starbucks besar yang logonya pun diukir kayu. unik buat foto spot. Di pelataran Puri Saraswati ada cafe tempat bule-bule menghabiskan waktu duduk-duduk dan minum di kelembaban nisbi Bali yang nyaris absolut. Juga dijual souvenir-souvenir lucu hasil kerajinan tangan.

Setelah itu kami melanjutkan berjalan kaki menuju Ubud Art Market, dimana banyak dijual pakaian dan kerajinan. Harga yang ditawarkan adalah standar, tetapi kalo bisa menawar, kita bisa mendapatkan celana bali dengan harga Rp. 50.000,- (jangan ditiru ya, kita harus dukung UMKM ya), dan tas rotan bundar seperti di Zara dengan harga 30% harga Zara.

Cape jalan, lihat-lihat dan menawar, kami pun kembali melanjutkan perjalanan ke Villa Umah Nyepi, yang letaknya terpencil dan tag lokasi di Google Map ternyata masih terpaut beberapa ratus meter ke Timur.  Dengan hari yang beranjak gelap, ELF kami pun beberapa kali berputar badan tanpa hasil, sampai akhirnya pimpinan perjalanan memutuskan untuk menelpon penjaga villa untuk dipandu.

Kami pun segera unpack dan bebenah mengingat keesokan harinya kita harus kumpul di meja makan pukul 05.00 untuk mengejar boat ke Nusa Penida.

PS: Foto2 bisa dilihat di FB Sienny Sentosa ya...

--------------------- Bersambung ke Day 2