Saturday, January 14, 2023

Hawaii: Polinesia atau Amerika?

Begitu keluar kabar di pertiga tahun 2022, yang pertama kita urus adalah Visa Amerika. Ya, Hawaii adalah negara bagian Amerika Serikat ke 50, dan bergabung dengan Amerika Serikat tahun 21 Agustus 1959.

Hawaii sendiri namanya diambil dari pulau terbesar (dan paling selatan) yang volcanonya bulan lalu masih batuk. Padahal ibukotanya ada di Honolulu, terletak di Pulau Oahu, beserta 2/3 penduduknya.

Uniknya, walaupun Hawaii adalah negara bagian Amerika Serikat, tetapi Hawaii masih punya monarki, yang masih tinggal di Istana Iolani (ada di tulisan selanjutnya kalo aku keburu nulis).

Kalau di Naruto ada jurus Kameha-meha, di Hawaii itu adalah nama Raja Hawaii, dan yang paling kuat dan paling terkenal adalah Raja Kamehameha III. Patungnya ada di seberang Istana Iolani. 

Mungkin pencipta Naruto terinspirasi saat pergi ke Hawaii (mengingat banyaknya keturunan Jepang tinggal di Hawaii bergenerasi). Hawaii bahkan menjadi melting pot antara east dan west (karena jumlah Asian-American nya 36% dari total penduduk) dan ini adalah salah satu state yang mayoritasnya adalah suku minoritas. 

Bagaimana dengan hula dance yang terkenal itu (yang ada dibayangan kita adalah gadis dengan bra dari batok kelapa dan rok dari daun kelapa)? 

Unfortunately, hula dance hanya menjadi tempelan dari atraksi turis, baik di berbagai Lu'au (pesta Hawaii), maupun di Polynesia Cultural Center (yang dimiliki Gereja Mormon).

Dan, mengalami Hawaii di berbagai lokasi dan museum bisa mempunyai nuansa berbeda. 

Di Istana Iolani adalah grief dan anguish dari perebutan kekuasaan antara penduduk asli dan pendatang kulit putih karena kekayaan hasil alamnya, yang berakhir dengan aneksasi Hawaii oleh Amerika Serikat. 

Di Pearl Harbor adalah glory dan sovereignity Amerika Serikat di atas pengorbanan tentaranya dari serangan udara Kamikaze Jepang di tahun 1945.

Di pantai-pantai adalah kejumawaan surfer yang sebagian besar datang dari California yang akhirnya juga pindah dan mencari makan di Hawaii. 

Di Lu'au dan cultural center, ada struggle untuk membuktikan secara cultural, Hawaii tetap ada, tetap unik. 

Di Waikiki adalah pembangunan infratruktur dan high-rise building untuk kepentingan kapitalisme, baik itu turis maupun orang kaya yang ingin punya beach house. 

Hawaii adalah cerminan dari kutukan sumber daya yang menggiurkan pemilik modal dan mengalahkan penduduk asli. Hawaii adalah Bali yang kehilangan spiritualitasnya demi pertunjukan turis. (Mudah-mudahan Bali tetap seperti kini dimana kebudayaan menjadi denyut nadi rakyatnya).



Friday, April 13, 2018

Bali Escape April 2018 Day 2 - Nusa Penida & Jimbaran

--------- Baca cerita sebelumnya di Day 1

Hari baru, matahari belum juga nampak, Villa kami sudah mulai dengan kesibukan ibu-ibu berdandan. Berdandan? Iya... hari ini adalah puncak trip kami yang cuma 3 hari. Kami sudah merencanakan berbulan-bulan untuk dress code hari ini, yaitu dress melambai bunga-bunga. Dress cantik untuk foto cantik di lokasi cantik di pulau cantik.

Selain dress melambai bunga-bunga, kita lengkapi diri kita juga dengan head piece bunga-bunga, topi lebar penangkal matahari, dan sunblock penangkal gosong. Beberapa dari kami juga membawa outer atau selendang untuk menutup bagian kulit yang sekiranya masih terbuka. Tak lupa tas yang berisi baju ganti karena ada informasi bahwa turun dan naik kapal ke Nusa Penida, kita harus berjalan di air seperti Yesus, bedanya kita nggak bisa mengapung, sehingga beresiko baju (atau minim celana) basah.

Perjalanan Ubud - Sanur dimana boat penyeberangan terletak memakan waktu nyaris 1 jam, dimana kita melihat langit lembayung mewarnai awan Bali.

Sesampainya di Sanur, kita segera bergerombol di depan Warung MakBeng demi pengen numpang pipis, tapi ditolak mentah-mentah oleh karyawan yg nyapu di depan warung.  Walhasil kita numpang pipis di Coco Mart.

Dari tikungan MakBeng, kita berjalan ke kiri menyusuri pantai dan bersamaan dengan itu, sunrise! Jiwa narsis pun bergelora, dengan sigap dan lincah, bergantian kami berpose dengan sunrise sehingga terlihat silhouette.

Kemudian, kami masih harus menunggu tukang kapalnya datang dan duduk di bangkunya, karena ternyata ada beberapa operator boat yg sama-sama ke Nusa Penida dan ada beberapa schedule per hari. Kapal kita berangkat 7.30, jadilah kita menanti di lapak operator boatnya.

Bersama-sama dengan kedatangan kami, ada beberapa kelompok penduduk lokal yang berangkat utk sembahyang di Pura di Nusa Penida. Wanitanya memakai kebaya brokat putih dan ikat pinggang kuning. Yang laki-laki menggunakan kemeja putih dan berikat kain di pinggang dan di kepala. Mereka membawa sesajen untuk sembahyang.

Akhirnya kapal boat yang ditunggu pun tiba. Dan, kapal yang kami naiki adalah kapal tanpa dermaga. Jadi kita harus berjalan belasan meter di air laut utk mencapai bagian belakang kapal di ujung kiri dan kanan.

Di dalam kapal, bangkunya kiri kanan masing-masing 3 orang kiri dan 3 orang kanan. Dan penuh. Sampai ke belakang dekat mesin kapal. Tapi tidak sampai ada yang berdiri-berdiri. Except 1 anak muda yg naik ke atas, depan nahkoda, duduk di atap.

Selama di kapal boat, tak lupa kita juga berfoto-foto di bagian belakang kapal dekat mesin, walaupun jarak foto nggak memungkinkan untuk foto proper. Ppse kita pun harus duduk di atas pel-pelan basah yang ditaruh di atas jerigen solar.

Sekalinya kita mau maju ke depan untuk foto dengan view lebih aduhai, anginnya menerbangkan rok kita sehingga lebih heboh dari Marilyn Monroe di film The Seven Year Itch.

Karena angin besar itulah, akhirnya yang berhasil mencapai dek atas hanya aku dan team leader. Itupun sambil diusir ke pinggir supaya nggak menutup pandangan Pak Nakhoda kapal yang sedang mengemudi ke Nusa Penida.

Di dek atas hanya ada crew kapal, dan 1 bapak fotografer yang membantu kita berfoto (sambil tetap duduk, tentunya).

Sesampainya di Nusa Penida, kita segera melewati dermaga apung menuju mobil yang sudah menunggu kita.

Tujuan pertama adalah Pantai Atuh, yg disebut Mini Raja Ampat. View di sana adalah gabungan teluk-teluk Pulau Padar, Labuan Bajo  dan Pulau Wayag, Raja Ampat.

Kami baru tahu dari driver bahwa Pantai Atuh ini terletak jauh dari Pantai lain yang biasa menjadi tujuan wisata, yaitu Kelingking Beach dan Angel's Billabong / Broken Beach. Pantai Atuh di bagian Timur Nusa Penida adapun obyek wisata lain ada di bagian Barat, atau dekat dengan pelabuhan.

Pun Pantai Atuh adalah obyek wisata terbaru dan biasanya tidak ditujukan untuk wisatawan yang pulang hari seperti kami, melainkan disarankan untuk wisatawan yang menginap. Sehingga memang pengunjungnya jauh lebih jarang.

Jalan raya di Nusa Penida tidak terlalu lebar, hanya selebar 1 mobil. Untuk berpapasan dengan motor, masih bisa lah. Tetapi kalau 2 mobil berpapasan, harus saling mepet ke tepi jalan agar bisa muat. Driver di sini pun nyetirnya bagaikan Keanu Reeves di film The Speed.

Sesampainya di Pantai Atuh, kita ragu-ragu untuk turun, karena tertulis di tempat pembayaran karcis masuk adalah Tree House Molenteng IG @treehouse_molenteng. Di tebing seberang justru lagi ada pengerukan tebing dengan truk-truk dan alat berat, sehingga dilihatnya jadi miris karena terlihat seperti perusakan alam.

Ternyata memang lokasi Pantai Atuh harus melewati tangga yang anak tangganya tingginya 30-40cm karena tingkat kecuraman tebing. Kebayang perjuangan turun untuk berfoto dan perjuangan naik kembali ke parkiran, dengan dress kita, topi, panas matahari dan kelembaban Bali yang luar binasa.

Sekembalinya dari berfoto, kami segera menyerbu warung satu-satunya di area tersebut, mulai dari kelapa muda, air aqua dingin, sampai numpang pipis. FYI, penggunaan toilet di Nusa Penida harganya rata Rp. 5.000,- per pemakaian.

Setelahnya bergegas kita lanjut ke tujuan berikutnya, Kelingking Beach di Barat Nusa Penida. Dari jauh sudah terlihat deretan mobil mengantar para wisatawan. Warung pun bertebaran.

Setelah memilih salah satu warung yang relatif sepi,  driver kami mengeluarkan dan membagi-bagi nasi kotak makan siang yang di dapat dari Paket Tour Nusa Penida ini. Pemilik warungnya pun santai dengan kondisi itu, kebayang kalo di Jakarta, beli di luar, dibawa ke warung itu, bisa diusir kita.

Anyway, team leader sudah memberi aba-aba, makan cepat, kita lanjut ngantri di spot foto prime, tapi tidak usah turun ke pantai, karena medannya 2x lebih terjal dan lebih jauh dari Pantai Atuh. Karena sisa kegemporan obyek wisata pertama masih terasa nyut-nyutan di kaki.

Obyek foto ini harus antri. Jadi kita ber 18 berbaris seperti bebek untuk difoto bergiliran. Tidak lupa pasang tampang galak buat wisatawan lain yang berniat motong antrian.

Team leader sempat kecewa karena pohon cinta yang dimaksud untuk menakut-nakuti kita, ternyata sudah patah. Hahaha... Mungkin dahan pohon itu sudah lelah menopang gaya wisatawan yang singgah.

Perjalanan pun kita lanjutkan ke Angel's Billabong dan Broken Beach. Di sini ada pohon juga. Langsung kita ngantri lagi berfoto ria. Pokoknya jalan 5 meter, foto 30 menit.

Lanjut jalan kaki ke Broken Beach, melewati Angel's billabong dan mendengarkan cerita ngeri dari Team Leader bahwa banyak turis bule mati karena mandi terlalu melipir dari perbatasan ke laut dalam.

Waktu kami melanjutkan jalan kaki ke Broken Beach, sempat terdengar suara peluit nyaring ditujukan untuk warning perenang yang ada di posisi membahayakan.

Broken Beach dengan batu bolongnya, bagaikan lengkung arsitektur di atas laut, seakan membelah laut. Seperti di Kelingking Beach, foto kita posenya adalah duduk di bibir tebing, dengan kaki menjulur ke arah jurang. Membuat ngeri-ngeri sedap. Terutama buat teman-teman yang takut ketinggian.

Akhirnya saatnya kita kembali ke pelabuhan untuk mengejar boat jam 16.30 [boat terakhir]. Setelah pulang. Kita sudah terlalu lelah untuk berfoto-foto lagi di kapal.

Setibanya di Sanur, kita segera mencari toilet untuk berganti pakaian dengan dress bunga-bunga lainnya untuk makan malam di Menega Cafe di tepi pantai Jimbaran.

Menega Cafe adalah salah satu Cafe favorit di Jimbaran. Jadi team leader sudah booking 2 minggu sebelumnya utk meyakinkan dapat tempat. Juga untuk menunya kami pesan 2 paket 1.450.000 untuk 10 orang.

Sambil menunggu makanan keluar, anak-anak bermain di pantai, dan orang dewasa makan jagung bakar/rebus terlebih dahulu. Pantainya ramai karena weekend [malam minggu].

Seusai makan, teman-teman rupanya menyiapkan surprise kue ulang tahun, jadilah suasana meriah, karena ada band yang ditanggap dari meja sebelah, ada kue tart dan lilin yang siap di tiup, dan segerombolan brondong Jepang yang ikut join bernyanyi2 Happy Birthday.

Tak lupa kita mengakhiri hari dengan shorbet dan gelato sebelum pulang. Akhirnya kita kembali ke Villa dengan tubuh lunglai dan kamera / HP full memory.

--------------- Bersambung ke Bali Escape Day 3

Bali Escape April 2018 Day 1 - Penglipuran, Tegalalang, dan Ubud

Bali.... Bali... Pulau Dewata yang tak habis-habis memancarkan pesonanya sampai ke mancanegara.  Banyak orang yang bahkan lebih tahu Bali daripada Indonesia. As if Bali is not part of Indonesia.

Alam Bali memang terbilang komplit. Laut yang mengelilingi menjadikan garis pantai panjang di Bali. Pantai yang bervariasi dari berpasir putih, berpasir lembut empuk, tebing jurang dengan ombak garang, wisata water sport yang memacu adrenalin, snorkeling dan diving.

Minggu lalu, tepatnya 6-8 April 2018, 14 orang ibu2 dengan 4 anak gadis berpetualang di Bali. Kali ini tujuan kami bukan bermain di pantai (what?)... melainkan.... sawah dan island hopping di Nusa Penida.

Berikut perjalanan kami..

Pagi bertolak jam 02.00 subuh dari Kota Wisata (kumpul 01.30), naik bis ke Soekarno Hatta International Airport terminal 1C. Check in di counter Citilink dan menanti Flight 04.45 (yang sedikit tertunda termasuk adegan sudah naik ke bis trus disuruh turun lagi menunggu di terminal)... PHP tingkat dewa benar-benar deh...

Sampai di Bali, karena kami terbang tanpa bagasi, langsung naik ELF melipir mengambil nasi kotak untuk brunch sebelum mengarah menuju ke Desa Penglipuran di Bali. Desa Penglipuran adalah desa wisata yang kini sedang naik daun (istilahnya kekinian), ditata dengan apik dan rapi sehingga menyenangkan pengunjung yang datang. Mereka dilarang berjualan di jalanan umum, sehingga semua orang mendisplay dagangannya di pekarangan rumah mereka, di dalam gerbang gapura batu. Makanan, lukisan, pakaian, dan kerajinan tangan adalah dagangan umum di desa tersebut.

Saat kami melihat barang dagangan, mau tidak mau kami masuk ke pekarangan rumah penduduk, yang membuat kami merasa bertamu ke keluarga mereka, duduk di teras rumah mereka, leluasa memakai wastafel dan toilet mereka. Sungguh pengalaman dan konsep yang unik.  Kami pun akhirnya menyerbu durian di pekarangan salah satu penduduk, setelah puas berfoto-foto di jalanan utama desa Penglipuran.

Kami pun melanjutkan perjalanan dari Desa Penglipuran, ke Tegalalang untuk melihat sawah terasering.

Sesampainya di lokasi sawah terasering, yaitu Cekingan Rice Terrace, setelah membayar tiket masuk (kalau nggak salah Rp. 15.000/orang), ada spot foto lengkap dengan ayunan dan tulisan "LOVE BALI" yang bisa dipakai untuk berpose dengan membayar Rp. 5.000 / orang. Jangan bayangkan kalau semacam ayunan di Maribaya, Lembang, yang dipasang harness ya. Seperti yang gue ungkapkan... bayar 5000 kok minta selamet. Hahaha... Bahkan gadis penunggu ayunan bercerita (setelah gue tanya apakah ada yang jatuh), bahwa dia juga pernah jatuh. Sering ada yang jatuh. Pantas salah seorang teman kami, menjerit-jerit ngeri campur seru tiap kali ada teman lain yang duduk perlahan di atas ayunan tersebut.

Pengunjung di sawah terasering sebagian besar adalah turis mancanegara. Either bule atau caucasian, atau orang-orang berwajah oriental (yang mukanya udah nyaru banget dengan kita), andai bukan karena bahasanya.  Cuma kami sepertinya orang Indonesia yang main di sawah terasering. Secara.... di Indonesia nyaris di setiap lokasi ada sawah bo!!

Anyway, karena hari itu dresscode kami adalah putih/bitu, kami terlihat kontras sekaligus berpadu dengan padi dan pohon di sekitar. Mulailah foto-foto gila dari pematang-pematang sawah yang berakhir naik turun keterjalan pematang bersama-sama bule-bule ganteng setengah telanjang yang setia mengulurkan tangan ke segerombolan ibu-ibu ini.

Sesudah puas berfoto di pematang, kita naik ke warung di area samping jalan dan minum ala kadarnya (Ngomong-ngomong, Gelato nya lumayan enak dan waffle cone nya mereka bikin sendiri, sehingga masih renyah dan wangi). Makanan pun ada, walaupun rasa tidak dijamin.

Lanjut kita menuju ke Ubud dan makan di Naughty Nuri's Ubud yang terletak di tepi jalan. Untuk pork ribs ala Tony Roma's, harganya sangat miring walaupun porsinya sedang. Side dishnya pun dibanderol terpisah, sehingga kami bisa pesen ribs tok kalau mau diet keto (yang kini populer).

Setelah kenyang makan di jam aneh (kami tiba di Nuri sekitar 15.30), kamipun melanjutkan perjalanan ke pusat kota Ubud untuk melihat Puri Saraswati yang terkenal dengan kolam teratainya. Saat kita sampai di sana, teratainya belom ada satupun yang berbunga (yasalammm), tetapi bridge ditengah 2 kolam teratai, dengan deretan hiasan patung hitam dan payung putih dan theatre di depan pintu Pura Saraswati menjadi pemandangan unik tersendiri.

Kembali kami berfoto-foto heboh di kawasan Puri Saraswati. Oiya, di depan Puri Saraswati ada toko Starbucks besar yang logonya pun diukir kayu. unik buat foto spot. Di pelataran Puri Saraswati ada cafe tempat bule-bule menghabiskan waktu duduk-duduk dan minum di kelembaban nisbi Bali yang nyaris absolut. Juga dijual souvenir-souvenir lucu hasil kerajinan tangan.

Setelah itu kami melanjutkan berjalan kaki menuju Ubud Art Market, dimana banyak dijual pakaian dan kerajinan. Harga yang ditawarkan adalah standar, tetapi kalo bisa menawar, kita bisa mendapatkan celana bali dengan harga Rp. 50.000,- (jangan ditiru ya, kita harus dukung UMKM ya), dan tas rotan bundar seperti di Zara dengan harga 30% harga Zara.

Cape jalan, lihat-lihat dan menawar, kami pun kembali melanjutkan perjalanan ke Villa Umah Nyepi, yang letaknya terpencil dan tag lokasi di Google Map ternyata masih terpaut beberapa ratus meter ke Timur.  Dengan hari yang beranjak gelap, ELF kami pun beberapa kali berputar badan tanpa hasil, sampai akhirnya pimpinan perjalanan memutuskan untuk menelpon penjaga villa untuk dipandu.

Kami pun segera unpack dan bebenah mengingat keesokan harinya kita harus kumpul di meja makan pukul 05.00 untuk mengejar boat ke Nusa Penida.

PS: Foto2 bisa dilihat di FB Sienny Sentosa ya...

--------------------- Bersambung ke Day 2

Friday, September 30, 2016

Tanah Minahasa - part 1

Di awali dengan rencana gila ibu-ibu arisan lingkungan karena punya dana kas 2 periode yang belum terpakai sejumlah Rp. 13.000.000,-, serta ada peserta yang menyeletuk "Mari kita ke Manado" dan ternyata gayung bersambut dengan pemilik Tanah Minahasa, Bu Jeeni Manopo, maka dengan blitzkrieg, kita merencanakan "Hayuk kita ke Manado".

Diawali dengan kehebohan memilih maskapai penerbangan, karena ada yang takut terbang karena trauma turbulence dan trauma maskapai yang suka delay. Tetapi karena setelah menimbang, memperhatikan, mengingat semua faktor seperti hari Kamis si empunya Tanah Minahasa masih kerja. Sedangkan ibu-ibu rumah tangga dan pensiunan sudah gak sabar kabur dari kewajibannya sebagai Oshin. Akhirnya kita memutuskan untuk pergi Kamis malam, pulang Minggu malam. Pun akhirnya kita memutuskan untuk terbang dengan L**n dan pulang dengan C*****nk disertai doa rosario dan novena untuk keselamatan semua. Harga tiket pp Rp. 2.500.000,- per orang.

Sebetulnya pergi Kamis malam ini pun gak efektif, karena rumah kita jauh dari Bandara utama Jakarta, Soekarno-Hatta. Sehingga untuk mengejar flight jam 18.00, dengan membawa bagasi untuk 20 orang, kita harus berangkat dari rumah jam 14.00 at least.  Yang biasa kerja pun jadi gak bisa kerja, karena sudah terlalu excited. Yang bawa anak pun terpaksa anaknya dijemput pulang jam 12.00 untuk persiapan jalan.

Syukurlah perjalanan rumah - bandara relatif bersahabat, dan kita check-in lumayan lancar. Sehingga masih ada waktu untuk menunggu jadwal penerbangan.  Akhirnya kita keluar dan makan AW di selasar luar Bandara karena hari hujan. Walaupun kurang nyaman karena gak ada bangku yang cukup untuk makan di meja. 

Kekhawatiran bahwa maskapai L**n akan delay pun tidak beralasan karena baik pergi maupun pulang, semua penerbangan kami tepat waktu... Puji Tuhan, Syukur Alhamdulillah... sesuatu banget.



Sesampainya di Bandara Sam Ratulangi (MDC), sudah jam 22.00 (3 jam flight + 1 jam perbedaan waktu). Kita sempat menunggu lama sebelum koper keluar semua (resiko check in paling awal), dan langsung keluar dengan kendaraan yang sudah diatur oleh Bu Jeeni. Tetapi karena barang bawaan juga banyak, walhasil kita nambah 2 taksi carteran menuju Whiz Hotel, Manado. 



Pilihan Whiz Hotel ini dipilih karena harga yang tidak terlalu mahal (harga special rate karena KKN) dan dekat dengan Marina untuk besok paginya ke BUNAKEN!!!! YEAHHHH!!!! Lokasinya pun di tepi pantai (yang baru kita sadari keesokan harinya saat kita harus sudah angkat koper dari hotel).  Dan... karena banyak warung makan di depan hotel, dan ibu-ibu masih melek karena excited, jadilah tengah malam kita makan ikan bakar dan pisang goroho dengan sambal. Itulah awal kita bergoroho ria di Minahasa.

Keesokan harinya saat pules-pulesnya tidur, jam 4.30WITA kita sudah dikagetkan dengan telepon dari Irma, time keeper kita, supaya gak terlalu siang bertolak ke Bunaken, untuk menghindari angin besar, yang dari cerita Bu Jeeni bisa membuat kita terpaksa diam di Bunaken. Lah kan serem. Jadilah kita 6.30 sudah siap dengan koper dijemput dengan Bis milik SMK di kota kecil Langowan, kota asal bu Jeeni. 

Mulailah perjalanan epic kami naik kapal ke Bunaken dengan glass bottom boat. Sepanjang perjalanan, tak henti-hentinya kita foto2. Mungkin awak kapalnya udah muak dengan gaya kita.. tapi BODO AMAT!!! 


Nah sesampainya di Bunaken, sekali lagi kita foto-foto di pantai. Bosen bosen deh...


Kemudian baru deh group terpecah 2, antara yang mau snorkeling (10 orang + 1 mama) dan yang nggak snorkeling (9 orang). Setelah berubah dengan kostum snorkeling, foto lagi deh kita (kapan lagi ya gak?)...


Dan serunya berenang di perairan Bunaken adalah... antara dalam dan dangkal itu cuma sebatas beberapa kayuhan doang, karena ada palung dalam (100m lebih) yang berbatasan dengan daerah dangkal. Sewa baju + peralatan snorkeling + fin 150.000/set. Sewa kamera bawah air + 1 orang yang memfotokan Rp. 300.000,-. Sewa pakaian dan peralatan snorkeling untuk pemandu Rp. 150.000,- / orang kira-kira 1 pemandu untuk 3 orang. Jadi tambahan dana adalah Rp. 235.000/orang untuk group of 10. Dan ini hasilnya...


Setelah puas berendam, kembali ke Bunaken untuk bilas dan ganti baju lagi (air seember bayar Rp. 15.000,-) dan makan pisang goreng dengan sambal (kali ini bukan goroho). Dan waktunya kembali ke Marina Manado.

Ada 1 kejadian kritis, yaitu saat kita kembali, air sudah sangat turun, sehingga kapal beresiko karam, untunglah dengan kapten kapal yang handal kita berhasil lolos ke laut lepas, sehingga jadwal terjaga.


Setelah sampai di Marina, segera kita lanjut ke arah Bukit Doa Mahawu Tomohon dengan stop over berfoto di Monumen Yesus Memberkati yang ternyata ada di perumahan Ciputra. Selain itu juga ada replika Big Ben di pintu masuk perumahan Ciputra.


Dari sana, kita mampir makan di HengMen (mengingatkan gue akan Hang Man, sumpah). Makannya all you can eat. Trus murah pula. Recommended.


Setelah itu lanjut ke tempat adem yang namanya Bukit Doa, tempatnya teduh, luas, banyak pohon pinusnya, tanah lapang luas, amphiteatre, kapel, Wedding Chapel, Goa Maria, dst. Arsitektur gedungnya juga lucu karena berbentuk setengah tabung gitu. 


Puas dari sana, kita lanjut lagi ke Danau Linow, danau vulkanik yang mengandung sulfur sehingga tidak bisa dibuat mandi. Lokasi restorannya unik. ada 2 lantai, atas sejajar dengan jalan raya, bawah sejajar dengan permukaan danau... Disini banyak rumbuh bunga alamanda sehingga lokasinya cantik, dan hawanya sejuk.


Dari sana kita lanjut ke arah Langowan dan stop over untuk makan di perjalanan ke rumah keluarga Bu Jeeni dan beristirahat setelah kurang tidur semalaman dan seseruan seharian.

--- to be continued ---

Thursday, January 7, 2016

Banyak Jalan Menuju ke Roma

Dikarenakan Paus Fransiskus menetapkan tahun ini sebagai Tahun Kerahiman Ilahi (atau Jubileum), maka kita bertekad untuk pergi mengunjungi 4  pintu Basilika yang dibuka lebar-lebar dari tanggal 8 Desember 2015 - 20 Desember 2016.  This is once in a lifetime kind of thing for us, karena biasanya Pintu Basilika hanya dibuka 50 tahun sekali.

Adapun Pintu Basilika yang dibuka adalah (nama sedikit berbeda di Italy):
Basilika Santo Petrus - Vatikan City
Basilika Santo Paulus - Roma (di luar tembok Vatican City)
Basilika Santo Yohanes Lateran - Roma
Basilika Santa Maria Maggiore - Roma


Nah... pertanyaan berikutnya adalah:
1. Mau ikut tour atau mau jalan sendiri?
2. Kalo mau ikut tour, ikut yang ziarah atau yang tour umum?
3. Kalo pergi mau bawa anak-anak dan mama atau jalan sendiri?

Pertanyaan-pertanyaan itu ternyata menghantui kita. Paling gampang adalah no. 3. Risetnya tinggal dipanggil ke meja makan dan ditanya satu per satu. Pertanyaannya: "Mommy dan Daddy mau ziarah ke Vatikan, kalian siap ikut atau nggak?" Dengan mudah masing-masing bilang "Kalo jalan-jalan mau, kalo ziarah gak siap."

Okay, that's a done-deal. Easy. Berikutnya suami nanya ke mama mau ikut nggak (Mama bukan Katolik, or should I say belom Katolik) providing bahwa ini adalah ziarah dan pasti nuansa religi nya kental. Mama mau ikut (note: mama belom pernah ke Eropa)

Setelah itu, mulailah kita melihat-lihat tour ziarah yang available (karena kalo bukan tour ziarah, cuma ke Vatikan, tapi tidak ke 3 Basilika yang lain). Pertama adalah dari Christ Tour dengan pembimbing Rm Garbito yang kita udah kenal... Tapi... Perjalanannya jauh sampe ke Fatima (via Lisbon). Dan kita gak pernah mikir sejauh itu. Kita mau Rome dan Vatican menjadi inti trip kita. Mungkin sedikit Perancis dan Amsterdam (karena Mama belom pernah ke Eropa).

Tour lain seperti Stella, Ritz, kurang lebih itinerary nya sama. Blessing malah dengan pendeta. Kita sih maunya sama Romo / Pastor.

Kemudian kita lihat Tour umum, malah lebih parah... sepertinya banyakan pindah kotanya daripada menikmati 1 kota. Well... Mungkin typical orang Indonesia, ya. Yang penting foto di landmark kota tersebut, shopping (ampunnn) dan lari ke kota lain. Ditambah ke kiasu-an terselubung dengan semboyan: kalo sudah pergi jauh, sekalian kudu lihat semua kota. Mungkin juga mereka mengejar check in di Swarm. Mungkin.... (itu gue doang keleusss) hahahaha

Option lain, saat melihat pergi sendiri, ada Air BnB yang bisa sewa apartemen murah di Vatican City (wah.. mata jadi berbinar-binar). Juga ada 3 hours walk in tour di Museum Vatican yang mencakup: Vatican Garden, Vatican Museum, termasuk Sistine Chapel (life goal!! Siapa yang gak kenal lukisan Michael Angelo Creation of Adam yang legendaris?) ... sayangnya gak ada yang nawarin masuk ke Perpustakaan Vatican.... jadi kan gue bisa berasa seperti Robert Langdon (aka Tom Hank) di Angel and Demon.... (gampar-gampar diri sendiri supaya gak ngayal kejauhan).

gambar dari https://en.wikipedia.org/wiki/The_Creation_of_Adam

Saat itulah gue liat ScamCity - Rome... di youtube.. banyak copet dan penipu-penipu yang minta duit... Ya... gak fatal sih.. tapi kan males kalo pas liburan kena yang ginian.... Bener gak... Langsung gue rada freaked out untuk pergi sendiri.

Anyway, suami nemu Raptim Tour punya KWI (Konferensi WaliGereja Indonesia) yang pace-nya rada slow tapi dengan harga sedikit lebih tinggi dibanding yang lain -- karena tips driver, guide, dan porter sudah termasuk... Dan sepertinya lumayan OK...

Sampai sekarang kita masih undecided. Gue malah udah beli Buku Lonely Planet Western Europe (mau cari Italy yang terbitan Fodor's atau DK tapi gak nemu) dan peta Rome... (hualah... kayak iye aja mau jalan)...

Anyway... Man plans God decides.... Doakan kita jadi berangkat ya....


Monday, November 24, 2014

Lost di Medan

Biasanya gue nulis di sini untuk ulasan jalan-jalan liburan. Tapi karena gue males nulis, maka banyak liburan terlewati.

Kebetulan sekarang lagi napsu nulis, makanya tulisannya adalah tentang jalan-jalan karena pekerjaan. Bukan jalan-jalan liburan. Was it bad? Not quite.

Kali ini Boss Jepang mengajak jalan-jalan (bahasa kerennya) market survei ke Medan. Ya, Medan. Dalam perjalanan, boss Jepang membriefing fakta ekonomi tentang Medan. GRP (Gross Regional Product) 60% di atas GDP (Gross Domestic Product) average Indonesia. Surat kabar dengan oplah paling banyak adalah Analisa (dia menyebutnya dengan AnaRIsa -- kali karena terjemahan dari bahasa Jepang). Penduduk Medan 2.8 juta jiwa, dll. (Gue gak ingat karena cuma sepintas lalu gue dengerin, gue ngantuk karena flight pagi).

Singkat cerita (gue gak usah cerita lah tentang hotel tanpa jendela yang berhawa pengap dan mencekik, atau makan siang yang membuat GCM (Gairah Cinta Menurun) karena nasi ayam Asen yang kita bayangkan seperti Hainan Chicken Rice ternyata warna ayamnya coklat dan garing -- Yasalammm), karena beberapa orang yang kita temui menyebut mengenai Pasar Rame, maka gue minta pak sopir rental (yang bernama Minal. Mungkin adiknya Aidin dan Walfaizin) untuk mengantar kita ke Pasar Rame.

Di jalan, Pak Minal bertanya: "Bu, Ke Thamrin, atau ke Pasar-nya?"
Gue dengan sedikit dongkol: "Ke Pasar Rame-nya donk, Pak!"
Kemudian kendaraan dari Plaza Thamrin melaju sekitar 20 menit (including macet), dan dia bilang: "Ini pasarnya."

Gue nengok. Dan tulisannya: PASAR SUKARAME.
Oh, mungkin Pasar Rame itu istilah sebutan buat orang sini... (begitu kata gue dalam hari). Kita pun turun melangkah menuju pasar 3 lantai yang ternyata toko-tokonya banyak yang tutup.

Gue dan boss Jepang, menyisir koridor sempit selebar gak sampai 1 meter diantara rolling door toko-toko yang tertutup tadi. Hmmm... ada yang gak beres nih. Lantai satu, isinya jualan emas semua. Mungkin yang jualan mamak-mamak Padang. Lantai bawah, los pasar becek yang baunya aduhai.

Segera gue melangkah ke lantai atas. Ada penjual pakaian. Dengan gesit (biarpun gendut), gue nyelip ke depan penjaga toko: "Tolong tanya, apa disini ada yang jual alat rumah tangga, pecah belah?"
Dan ibu penjaga toko menunjuk ke bawah, ke lorong yang berlawanan dari arah kita masuk.

Sesampainya di toko yang dimaksud, kita nanya, apakah dia menjual rice cooker, kemudian dia dengan semangat mempromosikan rice cooker M . Trus gue nanya: "Apa ada merk lain?". Ibu penjual bilang, gak ada. Kemudian nekad gue nanya pertanyaan tolol: "Ini Pasar Rame bukan?" ... "O, bukan, pasar Rame itu dibelakang Thamrin. Ini Pasar Sukarame."

Hihhh!!! Berasa pengen mencekik Pak Sopir deh. Salah tempat, Pak... jadi kita mah muter-muter Medan for nothing. PFFTTTT!!!

Akhirnya kembalilah kita ke Thamrin. Pak Sopirnya sendiri doesn't have a clue dimana Pasar Rame itu. Tapi setiap nanya ke tukang parkir, mereka menjawab mantap menunjuk ke luar gedung, ke arah belakang. Sopir bingung. Gue bingung. Apalagi boss Jepang. Mungkin dia gak bingung, dia lebih ke kaga perduli karena gak bener-bener bisa bahasa Indonesia.

Walhasil, setelah nyaris menjerat leher Pak Sopir dari belakang... ada titik terang... di tembok pembatas Plaza Thamrin, ada 1 lubang , gerbang sempit yang orang lalu-lalang. Ternyata itulah portal ke Pasar Rame. Saking tersembunyinya udah kayak Harry Potter mau naik kereta ke sekolahnya....

Begitulah petualangan Harry Potter gue ke Pasar Rame Medan. At last, I was there. Dan blusukan. Seperti yang disukai Boss Jepang. Dan sangat tempted untuk belanja kue-kue cemilan juga sate jengkol, kalo nggak segera sadar gue mengejar pesawat sore balik ke Jakarta.

Thursday, September 15, 2011

Pulau Macan (Tiger Island) -- Weekend Getaway

Jakarta -- the capital of Indonesia, known for notorious traffic-jam and high-pace life style. We are tired and exhausted. We are drown in our work the whole week. We need to refresh our minds and our souls. Yet we only have weekend. Most probable people will wind down in cafes or restaurants scattered in Jakarta. But with thundering loud-music, smoke-filled air-conditioned air, who'd want to get trapped indoor anymore??

There lies a hidden paradise off Jakarta coastline -- an island among Thousand Islands (Kepulauan Seribu) called Pulau Macan (Tiger Island) http://pulaumacan.com/ . The boat-trip is 1.5 hours away from Pier 6 Marina Ancol -- where the host will greet you upon arrival. But it will transport you to a whole different place and let you experience nature in an unimaginable way before...


The boat-trip itself is a relaxing time with wind blowing against your face. Experience the dark muddy water turns to crystal clear turquoise blue. I notice that every other island has BTS tower for handphone as the only means of communications with outside world.

Once you arrive at the island, you are free to do (or not do) whatever you want. They have a big clubhouse with pillows and book collections. Or you can go to the adjacent Pulau Macan Gundul -- a must see, either by walking (YES, YOU SEE IT RIGHT) on shallow water, or by paddle-boat (the boatman will take you there).

And the room is not air-conditioned room that you used to stay on business-trips. Their room is open-air concept (we stayed at the driftwood hut -- which we think is the best accomodation in that island, although many people prefer sunset hut because you have your own private sundeck).
Yep, you see it right once more... no door, no lock, just you, the mosquito nets, and the sounds of crashing wave right to your deck.

They have several communal bathroom (communal? YEP!) in few places. So be prepared for someone knocking your door while you peeing or so. :-)  But that experience added the nature adventures, don't you think?

The accommodation in Pulau Macan is meal and board. Means that you have 2 Lunches, 1 Breakfast, 1 Dinner, sandwiches, non-alcoholic juices, tea, coffee included in the price. Their meals mostly home-made healthy vegetable-based but the taste is delicious.

While in this island, we're required to help them in energy conservation, thus electricity is limited (from solar panel-during the day and generator-at night), so does water.

We can join their snorkeling / island hopping to another surrounding islands. The fishes are a lot and the corals are huge.

One of our favourite moments beside laying around in Pulau Macan Gundul is waiting for the sunset... from our own small sundeck.


One night seems not enough.... but it surely recharge our souls and it renew our love...

Contact person: Mimi (Zevillages) 0856-141-6041
Website: http://pulaumacan.com/