Monday, November 24, 2014

Lost di Medan

Biasanya gue nulis di sini untuk ulasan jalan-jalan liburan. Tapi karena gue males nulis, maka banyak liburan terlewati.

Kebetulan sekarang lagi napsu nulis, makanya tulisannya adalah tentang jalan-jalan karena pekerjaan. Bukan jalan-jalan liburan. Was it bad? Not quite.

Kali ini Boss Jepang mengajak jalan-jalan (bahasa kerennya) market survei ke Medan. Ya, Medan. Dalam perjalanan, boss Jepang membriefing fakta ekonomi tentang Medan. GRP (Gross Regional Product) 60% di atas GDP (Gross Domestic Product) average Indonesia. Surat kabar dengan oplah paling banyak adalah Analisa (dia menyebutnya dengan AnaRIsa -- kali karena terjemahan dari bahasa Jepang). Penduduk Medan 2.8 juta jiwa, dll. (Gue gak ingat karena cuma sepintas lalu gue dengerin, gue ngantuk karena flight pagi).

Singkat cerita (gue gak usah cerita lah tentang hotel tanpa jendela yang berhawa pengap dan mencekik, atau makan siang yang membuat GCM (Gairah Cinta Menurun) karena nasi ayam Asen yang kita bayangkan seperti Hainan Chicken Rice ternyata warna ayamnya coklat dan garing -- Yasalammm), karena beberapa orang yang kita temui menyebut mengenai Pasar Rame, maka gue minta pak sopir rental (yang bernama Minal. Mungkin adiknya Aidin dan Walfaizin) untuk mengantar kita ke Pasar Rame.

Di jalan, Pak Minal bertanya: "Bu, Ke Thamrin, atau ke Pasar-nya?"
Gue dengan sedikit dongkol: "Ke Pasar Rame-nya donk, Pak!"
Kemudian kendaraan dari Plaza Thamrin melaju sekitar 20 menit (including macet), dan dia bilang: "Ini pasarnya."

Gue nengok. Dan tulisannya: PASAR SUKARAME.
Oh, mungkin Pasar Rame itu istilah sebutan buat orang sini... (begitu kata gue dalam hari). Kita pun turun melangkah menuju pasar 3 lantai yang ternyata toko-tokonya banyak yang tutup.

Gue dan boss Jepang, menyisir koridor sempit selebar gak sampai 1 meter diantara rolling door toko-toko yang tertutup tadi. Hmmm... ada yang gak beres nih. Lantai satu, isinya jualan emas semua. Mungkin yang jualan mamak-mamak Padang. Lantai bawah, los pasar becek yang baunya aduhai.

Segera gue melangkah ke lantai atas. Ada penjual pakaian. Dengan gesit (biarpun gendut), gue nyelip ke depan penjaga toko: "Tolong tanya, apa disini ada yang jual alat rumah tangga, pecah belah?"
Dan ibu penjaga toko menunjuk ke bawah, ke lorong yang berlawanan dari arah kita masuk.

Sesampainya di toko yang dimaksud, kita nanya, apakah dia menjual rice cooker, kemudian dia dengan semangat mempromosikan rice cooker M . Trus gue nanya: "Apa ada merk lain?". Ibu penjual bilang, gak ada. Kemudian nekad gue nanya pertanyaan tolol: "Ini Pasar Rame bukan?" ... "O, bukan, pasar Rame itu dibelakang Thamrin. Ini Pasar Sukarame."

Hihhh!!! Berasa pengen mencekik Pak Sopir deh. Salah tempat, Pak... jadi kita mah muter-muter Medan for nothing. PFFTTTT!!!

Akhirnya kembalilah kita ke Thamrin. Pak Sopirnya sendiri doesn't have a clue dimana Pasar Rame itu. Tapi setiap nanya ke tukang parkir, mereka menjawab mantap menunjuk ke luar gedung, ke arah belakang. Sopir bingung. Gue bingung. Apalagi boss Jepang. Mungkin dia gak bingung, dia lebih ke kaga perduli karena gak bener-bener bisa bahasa Indonesia.

Walhasil, setelah nyaris menjerat leher Pak Sopir dari belakang... ada titik terang... di tembok pembatas Plaza Thamrin, ada 1 lubang , gerbang sempit yang orang lalu-lalang. Ternyata itulah portal ke Pasar Rame. Saking tersembunyinya udah kayak Harry Potter mau naik kereta ke sekolahnya....

Begitulah petualangan Harry Potter gue ke Pasar Rame Medan. At last, I was there. Dan blusukan. Seperti yang disukai Boss Jepang. Dan sangat tempted untuk belanja kue-kue cemilan juga sate jengkol, kalo nggak segera sadar gue mengejar pesawat sore balik ke Jakarta.